You’re My Destiny

      Cerpen Karangan: Florensia Irena

Seorang anak tunggal yang dimanja dan sangat disayang oleh kedua orangtuanya ya, itu aku. Tapi bukan berarti aku selalu meminta dan meminta segala yang aku ingini, aku orang yang mempunyai berjuta keinginan tapi aku selalu berusaha mewujudkan keinginanku dengan usahaku sendiri dan itu gak mudah namun aku selalu didukung oleh orang-orang di sekelilingku dan banyak motivasi yang bisa aku dapati dari kehidupan nyata di sekitarku juga dari kehidupan orang-orang terkenal mulai dari Albert Einsten seorang ilmuwan sampai penyanyi Korea yang aku sukai Kris.

Duduk di kelas 3 SMA ini bukan jalan yang mudah tapi bukan yang tersulit juga. Ujian-ujian sudah menanti di depan mata tapi bukan itu yang paling aku khawatirkan melainkan jurusan kuliah yang nantinya bakal aku tekuni. Kedokteran? Teknik Kimia? atau apa ya? masalah ini membuatku berpikir keras, ya karena ini penentu nantinya aku bakal jadi apa, so menurutku ini perlu dipikirkan sangat matang.
Rutinitas di kelas 3 SMA ini membuat waktu dalam hidupku berjalan sangat cepat dan tak terasa akhirnya aku sudah menyandang status sebagai mahasiswa Teknik Kimia kelas Internasional di sebuah universitas negeri ternama. Kalau melihat ke belakang aku jadi teringat akan cita-citaku yang juga ingin menjadi seorang dokter untuk anak-anak Kanker di suatu Yayasan dimana aku turut menjadi anggota relawan di yayasan itu, tapi sudahlah hadapi apa yang ada di depan.
Dua tahun sudah aku menekuni jurusanku dan tepat di hari ulang tahunku yang ke 21 aku mendapat kabar yang benar- benar membuatku ah tak dapat ku ucapkan.
“Yakin Ma? Pa?” tanyaku dengan nada terkejut
“Yakin sayang, you did it! Selamat ya sayang” jawab mamaku seraya memelukku dan ya aku merasakan tetesan air mata bahagia mengalir
Korea I’m coming!! aku terpilih menjadi mahasiswa yang akan mengikuti pertukaran pelajar ke Korea, akhirnya cita-citaku yang satu ini dari dulu SMA sekarang bisa terwujud. Tujuanku kesana tetap untuk belajar tapi di lain sisi boleh juga kan untuk bertatap langsung dengan seseorang yang menjadi motivasiku dalam menggapai impianku yang satu ini, itu pun kalau bisa.
“Ayo Chan buruan, nanti kita ketinggalan nih” panggil Zeze sahabatku yang juga terpilih untuk pertukaran pelajar
“Mama, Papa aku berangkat dulu ya, doain ya Ma, Pa!” ucapku seraya memeluk kedua orangtuaku, terlihat dari sorot mata mereka yang begitu berat melepas anak semata wayangnya untuk pergi ke luar Negeri selama 3 bulan. Ini merupakan pertama kalinya aku pergi jauh tanpa orangtua mendampingiku, ya itu yang membuatku dikategorikan seperti anak kecil.
“woi Chan, gimana perasaan lo akhirnya impian kita buat ke Korea yang tadinya cuman khayalan di bangku SMA sekarang terwujud mana bangga banget gue bisa ikut pertukaran pelajar.”
“ya akhirnya terwujud juga, gue gak yangka banget gue juga kepilih, ngomong-ngomong gue penasaran sama orangtua asuh kita disana siapa dan kayak gimana ya?”
Tanpa terasa aku sudah tiba di Bandara Gimpo Korea. Pertama kalinya aku menginjakkan kaki di korea.
“Hello… Hello.. Chan, Zeze” kedua mataku mencari-cari asal suara itu dan ya itu dia kedua orangtua asuhku sepasang suami istri yang berwajah hangat dan berbadan cukup tinggi. Om dan Tante Chen
“anneyongaseong” ucapku dan zeze serentak untuk memberi hormat kepada orangtua asuh kita.
Aku dan Zeze dibawa ke sebuah rumah sederhana namun sangat luas dan aku suka arsitekturnya. Aku menatap kagum di setiap ruang yang tersapu oleh mataku yang hampir tak berkedip dan ting tong bel rumah berbunyi yang menyadarkanku untuk segera membuka pintu.
“yes, wait a minute anneyo…” ucapku terhenti dan mataku melebar menatap sesosok tinggi yang aku kenal betul walau aku belum pernah berkenalan secara langsung
“hhahhaa pake Bahasa Indonesia aja, gue juga asli Indonesia” ucap cowok itu
“i..iya.. Kak Kris? aku bener kan?” tanyaku seraya mengamati takutnya salah orang.
“iya, kau mengenalku?” Tanya sesosok Kris, tak salah lagi, Kris penyanyi yang menjadi motivatorku.
“tentu, hari gini masa penyanyi terkenal kayak kakak aku gak kenal? aku Chan anak asuh di rumah ini, salam kenal kak” ucapku membungkukkan badan ala hormat di Korea
“Chan?. oh jadi namamu Chan, nama yang bagus. hmm oke Chanie sekarang itu nama panggilanmu disini dan kau tak perlu membungkuk seperti itu kan sudah ku bilang aku asli Indonesia” ucap Kris seraya mengusap-ucap rambutku dan ya kau tau itu membuatku tersenyum lebar tanpa alasan.
Malam itu malam pertamaku di Korea dan menjadi malam pertamaku di tengah-tengah keluarga baruku, baru sebentar saja aku sudah dianggap seperti anak dan adik oleh keluarga Chen dan kak Kris. Ternyata Kak Kris ialah keponakan dari Om Chen.
Makan malam pun tiba sambil berbagi cerita, canda tawa mengiringi makan malam kami yang ditemani Kimchi hangat yang sangat lezat
“Kris, kau sedang tidak ada jadwal show kah?” Tanya Om Chen seketika setelah selesai makan
“ya, aku sedang tidak ada jadwal, memang ada apa Om?”
“Tante dan Om harus pergi untuk tugas dinas mendadak jadi kau bisa kan mengurus Chan dan Zeze untuk sementara sampai Tante dan Om pulang?”
“tentu Tante!” ucap Kris tersenyum cool dan dia melirikku
“Chan, Zeze maaf ya Om dan Tante besok pagi-pagi harus pergi jadi kalian sementara waktu hanya bertiga dengan Kris tidak apa-apa kan?”
“tentu Om tidak apa-apa Om, Kak Kris baik kok, dia juga sudah janji akan mengajariku dance.” ucapku seraya melirik balik ke arah Kak Kris.
2 minggu sudah aku berada di Korea dan ya 2 minggu juga aku menjadi sangat dekat dengan Kak Kris entah mengapa seakan kita sudah kenal lama. Malam minggu ini aku dan Zeze diajak Kak Kris untuk pergi Clubbing yang tadinya kita hanya ingin mencari tempat untuk mengekspresikan diri tetapi sampai sana kita berasa kurang jika tidak minum, ya seperti biasa di Indonesia pun aku juga sering Clubbing tapi tidak sampai hilang kesadaran.
“kau mau nambah Chanie?” ucap Kak Kris yang mulai mabuk berat
“tentu” jawabku yang mulai tak sadar, sementara Zeze pulang dengan temannya dan ya tinggal kami berdua hingga pukul 3 pagi Kak Kris dan aku baru sampai rumah dan dalam keadaan mabuk berat.
Pikiranku kacau entah apa yang terjadi malam itu aku tak mengingatnya aku merasakan sesuatu yang tak pernah kurasakan
“kalian?” ucap Zeze terkejut ketika pulang ke rumah dan menemukanku tidur bersama kak Kris.
“Kak Kris? Ze aku…” aku tak dapat mengucapkan sepatah kata pun.
“Chanie maafkan aku, aku tak bermaksud untuk aku arrgghh aku janji aku akan bertanggung jawab Chanie”
Sudah 2 bulan aku mengandung bayi dari Kak Kris dan aku, dan ya Kak Kris menepati janjinya, Kak Kris membawaku kembali pulang ke Indonesia dan berencana untuk segera menikahiku.
Di sepanjang perjalanan Kak Kris menceritakan mengenai keluarganya dan ya akhirnya setiba di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta aku bertemu dengan keluarga Kris. Keluarga yang sangat baik dan mengerti dengan keadaanku sekarang, tanpa berlama-lama Kris memintaku untuk mengantarkan Kris dan keluarganya untuk bertemu dengan orangtuaku dan segera melamarku.
Aku takut dan ya untung saja Kris selalu setia menghiburku dan memberiku ketenangan. Orangtuaku belum mengetahui semua kejadian yang ada, aku terlalu takut untuk menceritakannya. Langkah pertamaku menuju rumah terhenti oleh pelukan bahagia dari orangtuaku yang memang sudah sangat rindu padaku.
“Sayang bagaimana kabarmu? kau tak apa-apa kan? sehat? bagaimana sekolahmu?” mamaku mencegokkiku dengan segudang pertanyaan namun aku tak dapat menjawabnya terlalu sakit untuk menjawab semua itu hingga hanya air mata yang menjawab semuanya. Aku mengelus-elus perutku yang terasa kencang sekencang detakkan jantungku diiringi perasaan hati yang rasanya seperti disayat-sayat.
“Ma, Pa maafkan aku.” ucapku sederhana, aku tak mampu menceritakannya ya untungnya lagi Kris siap menceritakannya.
Suasana ruang keluarga di rumahku saat itu berbeda dan ya sangat berbeda, dingin dan menegangkan, dengan kondisiku ini aku tak sanggup melihat reaksi orangtuaku mengetahui cerita ini maka Kris menyuruhku untuk beristirahat dahulu di kamarku ditemani Zeze sahabatku.
Cukup lama dan akhirnya Kris mengajakku ke ruang tamu untuk membicarakan semuanya.
“Chanie maafkan aku”
“a.. apa maksud kakak?”
“kau… kau adalah adikku, aku tak mungkin menikah dengan adikku sendiri. Sungguh aku tak bermaksud membuatmu seperti ini, aku.. aku sangat menyanyangimu lebih dari sekedar adik. Maafkan aku Chanie.” Kris memelukku dan ya aku merasakan air matanya luluh dalam pelukan.
Aku hanya terpatung, batinku bergejolak, “Adik? aku adik dari Kris? kita sedarah? bagaimana anak di kandunganku? jadi?” batinku masih tak percaya dengan kejadian ini.
“kau dan aku sedarah? tidak! aku tidak percaya ini! Itu tidak mungkin! Aku menganggapmu lebih dari kakak, perasaanku tak akan pernah bohong, tidak mungkin Kak Kris! kau bukan kakakku!”
Aku belum bisa menerima semua ini, aku kabur dari rumah dan tinggal di apartemen Zeze. Disana aku hidup menjaga kandunganku yang tak berdosa, sampai akhirnya aku melahirkan seorang anak laki-laki bernama Niel. Niel terus bertumbuh hingga tepat usianya menginjak 12 Tahun ia diangkat oleh sahabatku Zeze karena aku memutuskan untuk pindah ke China sekaligus untuk mendukung pekerjaanku maka aku harus tinggal disana Niel tak bisa aku ajak karena usianya yang masih kecil dan ya biaya hidup di luar lebih besar maka aku memutuskan untuk berangkat sendiri dan menitipkan Niel kepada sahabatku itu.
12 Tahun berlalu tak merubah perasaanku terhadap Kris, aku masih sering melihatnya di berbagai acara Korea di TV. Cool, baik, dan ya tidak ada yang berubah tapi… ada yang hilang. Aku sudah bisa menerima keadaan yang aku alami ini, bagaimana dengan Kris? Apa dia sudah bersama yang lain? atau dia bisa melupakan perasaannya? pertanyaan yang tidak tertebak jawabannya.
China menjadi Negara tempat tinggalku sekarang dan ya harapanku aku bisa melupakan perasaanku dan dapat menganggap Kris sebagai kakakku. Dua tahun sudah aku bekerja di perusahaan besar China dan akhirnya aku mendapat cuti untuk merefreshingkan pikiranku.
Aku berjalan menyusuri Tembok Besar China seraya mendengarkan lagu-lagu favoriteku. Ya untuk sekedar melepas kepadatan jadwal kerja. Tanpa terasa aku mulai mendekati pangkal dari Tembok ini dan suasananya sepi mungkin karena aku terlalu sore untuk menyelesaikan perjalananku di tembok besar ini.
“hei cantik..” ucap seorang anak laki-laki yang sedang dalam keadaan setengah mabuk
Aku hanya diam dan terus berjalan, aku takut.
“jangan pergi! Kau tak boleh pergi! kenapa orang-orang yang aku sayangi selalu pergi! kau jangan pergi!” anak laki-laki ini menggunakan masker hitam sehingga aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas tetapi tangan anak ini mencengkeram tanganku dengan sangat kuat dan ya sakit yang kurasakan, aku hanya dapat berteriak minta tolong tapi keadaan disana sedang tidak ada seseorang pun
“Lepaskan!” ucap seorang pria yang tak jelas wajahnya karena hari mulai gelap. Pria itu menghantam anak laki-laki yang tak kunjung melepas tanganku.
“jangan ikut campur! rasakan!” anak laki-laki ini membuka maskernya dan mengeluarkan senjata tajam yang ia hujamkan ke tubuh pria itu.
“Niel? kau disini? kau Niel? bagaimana bisa?” aku tersentak melihat jelas dengan kedua mataku anak laki-laki yang tak sengaja membunuh seorang pria yang membelaku adalah anakku Niel. Aku tak mungkin segera memarahinya karena tak sepenuhnya salah Niel
“Mama? akhirnya aku bertemu mama, mama kenapa kau tak mengajakku? aku terpaksa dan sangat terpaksa mencuri uang Tante Zeze agar aku bisa menyusulmu dan ini sungguh aku tak sengaja mama, maafkan aku mamaa, mama aku takut” isak anakku Niel
“tenang-tenanglah, kau tak seharusnya berperilaku seperti ini, dan…”
“Chanie…” terdengar suara lirih dan berat yang membuatku lemas dan tertunduk. Kakiku tak kuat menopang tubuhku aku terjatuh di samping pria yang memanggilku itu. Seorang pria yang aku kenal betul yang semakin aku berusaha melupakannya semakin terus terbayang-bayang dalam kehidupanku.
“Kris? Kak Kris? bertahanlah, Kak Kris ku mohon bertahanlah”
“Chanie ini anak kita? kau sungguh perempuan paling spesial yang pernah aku temui kau memang adikku yang paling hebat. Chanie maafkan… aku”
“Kak Kris!! ini anak kita kak Kris” isakku tak kunjung terhenti
“jadi, Papa?” Niel semakin gemetar dan ia sangat menyesal atas semua kejadian yang terjadi.
Kris akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, ia tak tertolong. Ternyata Selama ini dia selalu menanyakan keadaanku kepada Zeze dan meminta Zeze untuk tidak memberitahukannya kepadaku. Permohonan Kris yang ia tulis dalam sebuah novel mengenai kehidupannya benar–benar terjadi dan ya dalam novelnya ia berharap ia bisa berkumpul lengkap denganku dan anakku walau hanya sekali dan sesaat saja.
Tanganku gemetar air mataku terus membanjiri pipiku dan tak kunjung berhenti saat membaca novel karangan Kris itu ditambah sepucuk surat terakhir dari Kris.
Chanie, jika boleh kuputar waktu mungkin aku juga tidak akan membiarkan hal ini terjadi tapi aku juga tak ingin jika aku tak bertemu denganmu Chanie. sungguh selama ini aku sangat merindukanmu, perasaanku tak kunjung berubah dan membaik. Aku tau aku salah seharusnya aku bisa menjadi seorang kakak yang baik yang menjadi panutan tapi apa? aku hanya membuatmu tersiksa dengan keadaan ini. Dalam kehidupanku hanya kau yang mampu membuatku merasakan ini hidup berjanjilah Chanie, kau tak boleh sedih walau mungkin aku tak dapat memastikannya secara langsung atau mungkin saja aku tak dapat lagi bertemu denganmu di dunia ini, jadilah Chanie yang aku kenal seperti pertama kali. kuat, tegar, ceria, penuh semangat dan aku ingin kau tau aku menyayangimu Chanie lebih dari seorang adik bahkan lebih dari hidupku. maaf jangan paksa aku untuk menghapus perasaan ini karena semakin kucoba tuk hapus semakin perasaan itu bertumbuh dan perih rasanya. Chanie Saranghae.
Surat itu menjadi kenangan dan dorongan semangat tersendiri untukku.
5 Tahun sudah setelah kepergian Kak Kris, aku terus mengukir kehidupanku Niel kembali hidup bersamaku dan seiring berjalannya waktu rutinitasku kembali berjalan seperti dahulu. Aku memang kehilangan sesosok Kak Kris tapi aku dapat merasakan kehadirannya melalui Niel. Niel terus bertumbuh menjadi sesosok pemuda yang sangat mirip dengan Papanya Kris, dan aku pun sudah berjanji pada Kak Kris untuk menjaga Niel agar tidak terjadi kejadian yang sama seperti aku dan Kak Kris.

0 komentar:

Posting Komentar